RAMADHANI, NOVA (2022) NAZHIR DALAM PERSPEKTIF FIKIH DAN PERUNDANG-UNDANGAN. Other thesis, IAIN Bone.
Text
SAMPUL.pdf Download (114kB) |
|
Text
pernyataan.pdf Download (115kB) |
|
Text
persetujuan.pdf Download (134kB) |
|
Text
pengesahan.pdf Download (149kB) |
|
Text
KATA PENGANTAR.pdf Download (114kB) |
|
Text
BAB I (Revisi).pdf Download (67kB) |
|
Text
BAB IV (Revisi).pdf Download (30kB) |
Abstract
Skripsi ini membahas secara analisis deskriptif tentang bagaimana Nazhir dalam persfektif fikih dan perundang-undangan. Dari permasalahan pokok ini menghasilkan beberapa sub masalah yakni: 1.) Bagaimana kedudukan Nazhir dalam hukum fikih? 2.) Bagaimana kedudukan Nazhir dalam Undang-Undang?. Dalam menjawab permasalahan tersebut, pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan teologis-normatif, pendekatan yuridis-normatif dan berparadigma deskriptif kualitatif, yang melihat objek kajian dari sudut pandang fikih dan Undang-Undang. Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research), yaitu penulis menggunakan buku-buku sebagai sumber datanya dengan cara menelaah dan meneliti terhadap sumber-sumber kepustakaan baik al-Qur’an, as-Sunnah, buku-buku fikih atau karya-karya ilmiah dan Undang-Undang yang berkaitan dengan masalah nazhir khusunya terhadap fikih dan Undang-Undang. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kedudukan nazhir dalam hukum fikih dan untuk mengetahui kedudukan nazhir dalam Undang-Undang, adapun kegunaannya ada dua yaitu 1.).kegunaan ilmiah yakni hasil penelitian diharapkan dapat memberi sumbangsi dan kontribusi terhadap perkembangan pemahaman mengenai nazhir dalam persfektif fikih dan Perundang-undangan. 2.) Kegunaan praktis yakni diharapkan dapat memberi sumbangsi pemikiran dan masukan terhadap individu mengenai nazhir dalam persfektif fikih dan Perundang-undangan. Setelah melakukan beberapa kajian terhadap nazhir dalam persfektif fikih dan perundang-undangan maka dapat disimpulkan bahwa: nazhir dalam hukum fikih tidak dijadikan sebagai salah satu rukun wakaf. Para ulama berpendapat bahwa yang paling berhak menentukan nazhir adalah wakif. Adapun jika wakif tidak menunjuk nazhir disaat ia melakukan ikrar wakaf, pada umumnya ulama berpendapat bahwa yang berhak mengangkat nazhir adalah hakim, kecuali sebagian golongan hanabilah yang berpendapat jika mauquf ‘alaih-nya mua’yyan hak pengangkatan nazhir ada pada mauquf ‘alaih. Jika mauquf alaih-nya tidak mampu melaksanakan tugasnya, tugas tidak kembali kepada hakim tetapi kepada wali mauquf ‘alaih. Kedudukan nazhir wakaf diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf yang isinya lebih menegaskan kedudukan nazhir dalam perwakafan dan adanya batasan imbalan nazhir dalam perwakafan. Kedudukan nazhir dalam proses perwakafan disebabkan harta benda wakaf harus didaftarkan atas nama nazhir untuk kepentingan pihak yang dimaksudkan dalam akta ikrar wakaf sesuai dengan peruntukannya. Bila tidak ada nazhir maka tidak akan ada harta benda yang diwakafkan. Nazhir menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf meliputi nazhir perseorangan, nazhir organisasi, dan nazhir badan hukum.
Item Type: | Thesis (Other) |
---|---|
Subjects: | Skripsi |
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum Islam (FSHI) > Program Studi S-1 Hukum Keluarga Islam (HKI) |
Depositing User: | IAIN BONE |
Date Deposited: | 29 Aug 2022 01:46 |
Last Modified: | 29 Aug 2022 01:46 |
URI: | http://repositori.iain-bone.ac.id/id/eprint/1294 |
Actions (login required)
View Item |