MASTANG, . (2020) STUDI KOMPARASI PENDAPAT IMAM AL-SYAFI’I TENTANG KEHARUSAN ISTRI MENERIMA RUJUK SUAMI DENGAN KHI PASAL 164 TENTANG KEWENANGAN ISTRI UNTUK MENOLAK RUJUK SUAMI. Other thesis, IAIN Bone.
Text
combinepdf.pdf Download (5MB) |
Abstract
Skripsi ini membahas mengenai “Studi Komparasi Pendapat Imam Al-Syafi’i Tentang Keharusan Istri Menerima Rujuk Suami Dengan KHI Pasal 164 Tentang Kewenangan Istri Untuk Menolak Rujuk Suami”. Rujuk merupakan sesuatu yang disyariatkan dalam Islam sebagai solusi atau cara bagi pasangan suami istri yang hendak memperbaiki hubungan rumah tangga yang sempat terputus, karena terjadi perceraian. Permasalahan tersebut dibahas menggunakan penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan membaca, menalaah, mengutip buku-buku, jurnal- jurnal serta tulisan-tulisan lain yang berhubungan dengan konsep rujuk. Tipe penelitian ini adalah penelitian normatif yaitu pendekatan hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Data tersebut dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif yang berusaha mencari pemecahan melalui analisa tentang sebab akibat, faktor-faktor yang diselidiki dan membandingkan satu faktor dengan yang lain. Dan menggunakan analisis isi (content analysis) merupakan kajian isi yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha memunculkan karakteristik pesan yang secara objektif dan sistematis. Adapun penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan antara pendapat Imam Al-Syafi’i dengan KHI dan istinbath hukum Imam Syafi’i tentang keharusan istri menerima rujuk suami dan KHI Pasal 164 tentang kewenangan istri menolak rujuk suami. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pendapat yang sama antara keduanya yakni rujuk itu harus dengan perkataan dan niat bukan dengan persetubuhan, sebaiknya dihadirkan 2 orang saksi dalam melakukan rujuk kemudian perbedaan pendapat antara keduanya mengenai rujuk menurut pandangan Imam Syafi’i bahwa rujuk itu hak bagi suami atas istrinya selama dalam talak raj’i tidak disyariatkan adanya ridha dari istri maka seorang laki-laki berhak untuk merujuk istrinya walaupun tanpa keridhaan istri tersebut dan menurut KHI rujuk yang dilakukan harus berdasarkan pada persetujuan istri. Istinbath Imam Syafi’i menggunakan dasar hukum dari Alquran dan Sunnah, terdapat dalam Q.S Albaqarah/2:228 dan 229 bahwa suami mereka lebih berhak untuk merujuk mereka sekalipun mereka tidak mau dirujuk disaat menunggu itu jika mereka menghendaki perbaikan dan bukan untuk menyusahkan istri, dan dalam Q.S Al-Baqarah/2:234 bahwa rujuk terhadap istrinya itu tetap ada selama istri belum habis masa iddahnya akan tetapi jika sudah habis masa iddahnya maka suami tersebut tidak bisa merujukinya dan KHI menggunakan dasar hukum yang merujuk kepada pendapat para fuqaha yang sangat dikenal di kalangan ulama dan masyarakat diantaranya imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Ahmad bin hanbali.
Item Type: | Thesis (Other) |
---|---|
Subjects: | Skripsi |
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum Islam (FSHI) > Program Studi S-1 Hukum Keluarga Islam (HKI) |
Depositing User: | IAIN BONE |
Date Deposited: | 08 Jun 2021 03:57 |
Last Modified: | 08 Jun 2021 03:57 |
URI: | http://repositori.iain-bone.ac.id/id/eprint/405 |
Actions (login required)
View Item |